Medan – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi Sumatera Utara memastikan terus mengawal pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek multi years pembangunan jalan, jembatan dan drainase yang dikelola pemerintah provinsi setempat mulai tahun anggaran 2022 hingga 2023.
“Kami akan terus memantau pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek pembangunan jalan, jembatan maupun drainase yang dianggarkan oleh Pemprov Sumut sekitar Rp2,7 triliun,” kata Ketua DPW PSI Sumut, Nezar Djoeli kepada pers di Medan, Rabu (28/7).
Pihaknya menduga rencana pembangunan jalan provinsi sepanjang sepanjang 450 KM, jembatan sekitar 389,2 meter dan 71.000 meter drainase berpotensi menimbulkan persoalan hukum.
Dugaan tersebut, menurut dia, didasarkan atas beberapa kajian PSI Sumut, antara lain dari sistem penganggaran, asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Nezar memaparkan, proyek yang dicanangkan oleh Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dengan skema pendanaan tahun jamak atau multi years tersebut tidak ada dalam rancangan KUA-PPAS maupun termaktub di Perda APBD Sumut Tahunt 2022.
“Kami lihat di dalam KUA-PPAS apakah diusulkan eksekutif ke legislatif, ternyata tidak ada. Kami cek lagi di dalam Perda APBD Sumut Tahun 2022 apakah ada proyek kegiatan tahun jamak Rp 2,7 triliun yang dilelangkan LPSE ini, juga tidak ada,” ujarnya.
Jika proyek ini tetap dipaksakan, tambah Nezar, dia khawatir akan banyak persoalan hukum yang muncul di kemudian hari.
*Proses perencanaan dan penganggaran yang tidak berjalan secara transparan adalah penyebabnya,” kata mantan anggota DPRD Sumut itu.
Persoalan lain yang diperkirakan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, yakni didalam ketentuan perundang-undangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) jelas diterangkan bahwa proyek multi years tidak boleh melampaui akhir tahun masa jabatan pejabat pemerintah, termasuk gubernur.
Namun, tambah Nezar, untuk menjalankan proyek senilai triliunan rupiah itu, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi terkesan mengabaikan beberapa ketentuan dan peraturan yang ada.
Nezar menambahkan, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi diduga melanggar pasal 9 ayat (1), pasal 10 ayat (1) dan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Pasal 18 ayat (1) menerangkan, badan dan/atau pejabat pemerintah dikategorikan melampaui wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau batas berlakunya kewenangan,” katanya.
Sementraa Edy Rahmayadi akan mengakhiri masa jabatannya selaku gubernur Sumut pada tahun 2023.
“Untuk apa proyek pembangunan jalan, jembatan dan drainase senilai Rp2,7 triliun tersebut dilaksanakan dengan skema pendanaan multi years?. Sementara masa jabatan Gubernur Sumut sudah berakhir tahun 2023,” ungkapnya.
“Kami lihat di dalam KUA-PPAS apakah diusulkan eksekutif ke legislatif, ternyata tidak ada. Kami cek lagi di dalam Perda APBD apakah ada proyek kegiatan tahun jamak Rp 2,7 triliun yang dilelangkan LPSE ini, rupanya tidak ada juga. Kami cek di dalam pidato Gubernur, juga tidak ada. Nah inilah dasar kami melakukan gugatan. Mohon maaf, saya sebut ini proyek siluman,”ucap dia.
Mencermati hal itu, ia memperkirakan jika proyek Pemprov Sumut itu tetap direalisasikan, kemungkinan akan banyak persoalan hukum yang muncul di kemudian hari.
Informasi yang dirangkum, menyebutkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan sepanjang 450 km menjadi prioritas Pemprov Sumut.
Proyek dengan anggaran Rp2,7 triliun yang dimulai tahun 2022 tersebut ditargetkan sudah rampung pada tahun 2023, sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sumut Bambang Pardede pada acara konferensi pers di Medan, baru-baru ini.